GURU adalah orang tua muridnya, Ibu dan Bapak bagi pembelajar. Nyaman diucapkan, nyaman di telinga : Guru, Ibu bagi siswa, Bapak bagi peserta didik. Ibu melahirkan anak dengan perjuangan tuntas, membeasarkan tanpa mengeluh, mengasuh dan mendidik. Terlepas anak tidak tahu diri atau bukan. Pokoknya, my son.
Bapak membanting tulang (tulang kok dibanting he he), bekerja sepanjang hari, tidak mengenal lelah agar bagi anak tersedia segala hal terbaik. Bekerja mati-matin (padahal hidup euy), sampai korup segala macam. Tidak ada perhitungan untung-rugi, tidak ada keluhan. Bapak yang bertanggung jawab dan memandang masa depan anaknya dengan harapan. Bersama Ibu saling mendukung, saling menunjang membangun keluarga. Tanpa pamrih. Guru, orang tua siswa di sekolah?Pejamkan mata. Konsentrasi. Kosongkan pikiran. Lalu, berdoa sembari mengingat Ibu, mengingat masa kecil. Pusatkan pikiran melakukan kekurangajaran pada Ibu. Melawan Ibu, disuruh sholat ogah, mencuci piring malah ngeloyor bermain. Meminta duit untuk membeli buku, uangnya untuk pacaran. Berdusta.
Ibu kita, seburuk apa pun, bahkan sekelas bajingan pun kelakuan kita, Beliau tetap sayang. Dimandikannya, diusahakan kebutuhan kita tanpa memikirkan kebutuhann Beliau. Sayang tiada bertepi. Bayangkan, ketika Ibu berbadan dua. Perut buncitnya tidak membuat malu, dibawa kemana-mana. Ke pasar, ke pengantenan, ke pengajian. Malah bangga, sangat bangga berbadan dua.
Ketika kita akan lahir, mengerang menahan sakit. Air ketuban pecah. Peluh darah membasuh raga, detik berlalu, menit melaju, jam berganti, sampai tangis kita menanda kelahiran. Reaksi ibu dalam derita? Tersenyum dalam kesakitan. Anakku, harapanku lahir. Alhamdulillah ya Allah. Emak bersyukur.
Kini kita telah menjadi guru, bahkan sedang mengikuti pelatihan agar tersertifikasi, agar gaji berlipat dua, Ibu sudah tua. Beliau sakit. “Nak, temani Ibu. Ibu sakit”. Hati kita tidak tunduk, lebih memilih pelatihan demi mendapatkan sertifikat. Begitukah jawabannya anaknya yang dilahirkan bersimbah darah, dibesarkan dengan cucuran peluh dara?
Empat orang Ibu meneteskan air mata. Sebelum meraung, cara ‘mendiamkan’ siswa dihentikan. Saya tertawakan para guru-guru yang mengorbankan sapu tangan penghapus deraian air mata. Guru, sebaiknya punya banyak cara menarik perhatian siswa. Bagi saya biasa-biasa saja. Soalnya, pernah ikut pelatihan Ary Ginanjar Agustian, ESQ Training.
Guru ‘profesional’ saat ini, setidakinya ada, yang sudah kehilangan ‘roh’ orang tua, ‘roh’ pendidikan, ‘roh’ keikhlasan hingga pendidikan berhenti pada pengajaran. Akibatnya, jangankan memahami nilai-nilai pendidikan, memengerti materi ajaran saja ada yang sangat sulit.
Manakala PBM berroh pendidikan, semakin tinggi tingkat pendidikan semakin memanusiakan. Ketika di SD, berkelahi ala anak-anak, ketika SMP mulai adu jotos, ketika SMU lempar-lemparan, dan ketika mahasiwa, tawuran masal. Celaka kalau jadi wakil rakyat berantem di sorot TV. Tidak linier dan tidak semua rusak, tetapi tetap menghantar keprihatinan. Guru perlu merenung.
Ya, kasih sayang ala orang tua dalam pendidikan. Bila kasih sayang mendasari pembelajaran, bisa jadi aturan kaku, atau keruwetan mendidik akan akan enyah. Allah SWT contohkan, kasih sayang sempurna kepada maklukNya, Rasulullah melakukan sebagai tauladan dan indahnya manakala mempraktikkan dalam pembelajaran. Bukan guru bengis yang bisa-bisa berakibat peserta didik kehilangan kesempatan memanusiakan dirinya.
Guru sebagai orang tua di sekolah adalah idaman, tetapi tidak mudah dilaksanakan, namun ada guru mempraktikkan. Guru sebagai orang tua di sekolah adalah guru kasih sayang, pendidik sesungguhnya.
The best slot machines by the week of 2021
BalasHapusBest Slot Machines By The Week of 의정부 출장안마 2021 | Slot Sites | Online 군포 출장샵 Casinos | Best USA 인천광역 출장마사지 Slot 순천 출장안마 Sites & Top Online 하남 출장샵 Casinos
joya shoes 340q7punhr711 outdoor,INSOLES,Joya Shoe Care,walking,fashion sneaker,boots joya shoes 590v8ebpav629
BalasHapus